Terletak di Kec. Pagantenan Pamekasan. Berdiri pada tahun 1787 M/ 1204 H. Didirikan oleh KH. Istbat Bin Ishak. Nama Banyuanyar diambil dari sumur yang ditemukan dia di kawasan tersebut. Sumur tersebut tidak pernah kering meski di puncak isu terkini kemarau. Pondok pesantren ini bangkit bahkan ketika Indonesia masih dalam cengkeraman penjajah Belanda.
Dulunya, pesantren ini tidak menyerupai sekarang. Hanya berbentuk langgar, sebagai tempat mengaji ilmu agama masyarakat sekitar. Baru ketika menjelang janjkematian Kiayi Istbat Bin Ishak, Langgar Banyuanyar diwasiatkan biar diubah menjadi pondok pesantren.
Asal-Usul
Mengacu pada awal didirikannya langgar di kompleks yang kini merupakan Pondok Pesantren Banyuanyar, pesantren ini lahir di sekitar pertengahan kedua di kala ke-18. Yaitu kurang lebih di tahun 1788 Masehi atau bertepatan dengan 1204 Hijriah. Secara administratif, ketika ini Ponpes Banyuanyar masuk Desa Potoan Daya, Palenga’an, Pamekasan.
Ponpes Banyuanyar didirikan oleh Kiai Itsbat bin Kiai Ishaq, dari Sumber Panjalin. Secara genealogi, Kiai Itsbat masih terhitung keturunan salah satu ulama sekaligus waliyullah besar di Madura, yaitu Kiai Cendana alias Sayyid Zainal Abidin, Kwanyar, Bangkalan. Ayah Kiai Ishaq, yaitu Kiai Hasan yakni putra Nyai Embuk Sumber Papan binti Nyai Agung Toronan alias Nyai Kammalah. Nyai Agung Toronan ini yakni putri Nyai Aminah alias Nyai Lembung binti Kiai Cendana.
Berdasar catatan silsilah Banyumas Sepuh, dari garis pancaran laki-laki, Kiai Ishaq yakni keturunan eksklusif Pangeran Katandur, Sumenep. Jika dirunut begini, Kiai Ishaq bin Kiai Hasan bin Kiai Embuk bin Kiai Khathib Paddusan bin Pangeran Katandur. Sementara Pangeran Katandur yakni cucu Sunan Kudus.
Sementara sebutan Banyuanyar berasal dari kata banyu atau banyodan anyar. Banyu (banyo) ini berarti air, sedangkan makna anyar yakni baru. Penamaan ini berdasar cerita inovasi sumber mata air (sumur) yang cukup besar oleh Kiai Itsbat. Sumur atau sumber mata air tersebut belum pernah surut sedikitpun, bahkan hingga kini air tersebut masih sanggup difungsikan sebagai air minum santri dan keluarga besar Pondok Pesantren Banyuanyar.
Dalam sebuah situs milik Ponpes Banyuanyar, Kiai Itsbat bukan orisinil Banyuanyar. Sebelum bermukim di Banyuanyar tersebut, Kiai Itsbat mengambil tempat di sebuah desa yang jauh dari keramaian, tepatnya di Desa Longserreh, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang. Tetapi di kawasan ini dia tidak begitu usang alasannya isteri dia merasa tidak betah. Akhirnya Kiai Itsbat bersama keluarganya pindah ke arah Timur, yaitu sebuah area yang masih berupa hutan belantara yang lalu menjadi lokasi Ponpes Banyuanyar.
Di tempat kediaman gres tersebut, Kiai Itsbat lalu mendirikan sebuah langgar yang hingga ketika ini masih ada. Selanjutnya menyerupai yang disebut dalam paragraf di atas, area sekitar langgar tersebut dikenal dengan sebutan Banyuanyar.
Pada awalnya santri yang berguru masih sebatas dari kalangan masyarakat sekitar pondok (langgar), dan itupun sifatnya tidak menyerupai pesantren kini yang santri-santrinya mukim lengkap dengan asramanya. Kala itu, mereka yang nyantri itu yakni santri kalong/cologan, yaitu sebutan bagi santri yang berguru namun tidak bermukim di pondok. Tapi lambat laun, berkat ketabahan dan keuletan serta sifat zuhud yang dimiliki Kiai Itsbat, hasilnya bertahap santri mulai berdatangan baik dari segenap penjuru di lingkungan pesantren bahkan juga dari beberapa kawasan di luar Banyuanyar.
SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN PP BANYUANYAR
Pondok Pesantren Banyuanyar bermula dari sebuah langgar (musholla) kecil yang didirikan oleh Kyai Itsbat bin Ishaq sekitar tahun + 1787 M/1204 H. Beliau yakni salah seorang ulama kharismatik yang populer dengan kezuhudan, ketawadhuan dan kearifannya yang lalu melahirkan tokoh-tokoh masyarakat dan pengasuh pondok pesantren di Pulau Madura dan Pulau Jawa.
Pada awal berdirinya, Pondok Pesantren Banyuanyar hanya berlokasi di atas sebidang tanah tegalan yang sempit dan gersang yang lalu dikenal dengan sebutan “Banyuanyar”. Di lokasi inilah Kyai Itsbat mengasuh para santrinya dengan penuh istiqomah dan sabar, sekalipun sarana dan kemudahan yang ada pada ketika itu jauh dari kecukupan. Setelah wafat, dia meninggalkan amanah suci pada generasi penerusnya yaitu impian luhur untuk mendirikan sebuah pondok pesantren yang representatif yang bisa menjawab tantangan zaman dan tuntutan umat.
Nama Banyuanyar diambil dari bahasa Jawa yang berarti air baru. Hal itu didasari inovasi sumber mata air (sumur) yang cukup besar oleh Kyai Itsbat. Sumber mata air itu tidak pernah surut sedikitpun, bahkan hingga kini air tersebut masih sanggup difungsikan sebagai air minum santri dan keluarga besar Pondok Pesantren Banyuanyar.
Sedangkan nama “Darul Ulum” yakni nama yang dipakai secara formal semenjak tahun 1980-an sebagai nama lembaga, baik pendidikan formal maupun non formal. “Darul Ulum” juga menjadi nama institusi-institusi yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Banyuanyar.
VISI DAN MISI PONPES BANYUANYAR
A. Visi
Lahirnya generasi muslim berakhlaqul karimah, berilmu amaliyah dan bederma ilmiah.
B. Misi
1. Menyelenggarakan acara pendidikan.
2. Menyelenggarakan acara keagamaan demi terciptanya manusia yang berbahagia dunia akhirat.
3. Mengembangkan perilaku akhlaqul karimah.
C. Motto Pondok Pesantren Banyuanyar
تدأ كابوغائن اغيغ علم سيه منفعة سرغ تاكؤ دأ الله تعالى كرن كفنيكه سيه ددى كأونتوغن بن كمليائن دنيا اخرة
Tada’ kaboenga’an angĕng ĕlmo sĕ mampaat sareng tako’ da’ Allataala karana gapanĕka sĕ daddi kaontongan ban kamoldja’an doennja aherat.
(Tidak ada kebahagiaan kecuali ilmu yang bermanfaat dan taqwa kepada Allah taala, alasannya hal itu yang akan menjadikan kesuksesan dan kemuliaan di dunia dan akhirat).
PP. Darul Ulum Banyuanyar merupakan aktivis berdirinya Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Al-Khairat. Bersama 2 pondok pesantren besar lainnya, yakni PP. Mambaul Ulum Bata-Bata, dan PP. Miftahul Ulum Panyeppen.
KH. Istbat lalu mempunyai cucu KH. Abd Majid, pendiri PP. Mambaul Ulum Bata-Bata, terletak di sebelah barat PP. Darul Ulum Banyuanyar.
NAMA-NAMA PENGASUH PONDOK PESANTREN BANYUANYAR
1. Itsbat Bin Ishaq Bin Hasan Bin Abdurrahman (Kyai Abdurrahman yakni menantu Sunan Giri Gresik), periode tahun 1788 s/d 1868.
2. RKH. Abdul Hamid Bin Itsbat, periode tahun 1868 s/d 1933.
3. RKH. Abdul Majid bin Abdul Hamid (wafat 1958 M), periode tahun 1933 s/d 1943.
4. RKH. Baidhawi bin Abdul Hamid (wafat 1966 M), periode tahun 1943 s/d 1966.
5. RKH. Abdul Hamid Bakir bin Abdul Majid (wafat 1980 M), periode tahun 1966 s/d 1980.
6. RKH. Muhammad Syamsul Arifin bin KH. Abdul Lathif, periode tahun 1980-sekarang.
GARIS NASAB BUJUK ISBAT KE ATAS
Ada dua versi garis nasab ke atas dari Bujuk Itsbat yang berhasil kami dapatkan, yaitu:
(1) Berasal dari data pada KH. Hasan Bashry Hasyim, Kasiyan timur Puger Jember sbb. : Kyai Itsbat / Kyai Ishaq / Kyai Hasan / Nyai Embuk, Toronan / Bujuk Agung Toronan / Nyai Lembung, Nyai Aminah, Tanamira Laok / Zainal Abidin, Cendana Bangkalan / Muhammad Khatib / Kyai Musa / Qosim, Sunan Drajad / Raden Rahmat, Sunan Ampel.
(2) Berasal hasil cek silang data dari KH. A. Sa’id Bulugading dengan data yang ada pada Keluarga KH. Hafidz Nogosari Rambipuji, sbb. : Kyai Itsbat / Kyai Ishaq / Kyai Hasan / Nyai Embuk, Toronan / Bujuk Agung Toronan / Nyai Lembung, Nyai Aminah, Tanamira Laok / Zainal Abidin, Cendana Bangkalan / Nyai Gede Kedaton / Panembahan Kulon / Raden ‘Ainul Yaqin, Sunan Giri.
Catatan: Kyai Muhammad Khotib menikah dengan Nyai Gede Kedaton.
Bujuk Itsbat dimakamkan di Astah (pesarean, pemakaman) PP. Banyuanyar Palengaan Pamekasan Madura, demikian gosip yang kami terima dari KH. Muhammad Rofi’i Baidlawi PP. al-Hamidy Banyuanyar timur Palengaan Pamekasan Madura.
PUTRA KYAI ITSBAT (BUJUK ITSBAT)
Klik pada nama untuk melihat rincian silsilah ke bawah (anak cucu cicit dst)
wafat muda
wafat muda
Kyai Nasruddin
Kyai Abdul Ghoni
Kyai Abdul Hamid
Kyai Abdullah
Kyai Arif (wafat muda)
wafat muda
ANAK-CUCU KYAI ISBAT (BANY ITSBAT)
KYAI NASHRUDDIN (BANY NASRUDDIN)
Kyai Nashruddin yakni putra ketiga Kyai Itsbat. Kyai Nasruddin bin Itsbat menikah dengan Nyai Hamidah. Dari ijab kabul tersebut dia mempunyai enam putera yaitu Nyai Solihah yang menikah dengan Kyai Zainal Abidin Perajan, Nyai Malihah yang menikah dengan Kyai Hasan/Luqman Batuampar, Kyai Muhammad Bakry Banyuayu, Kyai Muhammad Sirajuddin Betet, Nyai Halimah Toronan Bere’leke, Kyai Badruddin Panyepen.
Anak cucu keturunan Kyai Nashruddin (Bani Nasruddin) yakni dalam format shortlist sebagai berikut:
Nyai Solihah + Zainal Abidin, Perajan
Nyai Rohimah
Nyai Atiyyah
Nyai Malihah + Kyai Hasan/Luqman, Batuampar Pamekasan
Nyai Badi’ah
Nyai Imah
Nyai Minah
Nyai Khotimah
Kyai Muhammad Bakry, Banyuayu Pamekasan
Kyai Mansur
Kyai Abdurrohman
R. Jamali (wafat muda)
R. Anwar (wafat muda)
Nyai Salamah, Toronan
Nyai Syamsiyah, Banyuayu
Kyai Muhammad Sirajuddin, Betet Pamekasan
Nyai Marwiyyah
Kyai Zuhri, Banyuputih Lumajang
Kyai Fadhal, Polagan
Kyai Hifni, Betet Pamekasan